Wayang dan Fisika: Menemukan Kesejajaran Kosmologi dalam Cerita Jawa
Wayang
Siapa sangka, kisah pewayangan Jawa ternyata menyimpan jejak sains modern. Penelitian Yusfrina Yanuarti Windarto di bawah bimbingan Rachmad Resmiyanto, M.Sc. menemukan adanya tiga kesejajaran menarik antara cerita dalam Pakem Pedhalangan Lampahan Wayang Purwa Jilid I dengan konsep-konsep fisika, khususnya dalam bidang kosmologi. Penemuan ini menunjukkan bahwa kearifan lokal sesungguhnya bisa berdialog dengan ilmu pengetahuan kontemporer.
Kesejajaran pertama tampak pada cerita Manik Maya yang menggambarkan kondisi awal terbentuknya alam semesta. Dalam kisah itu muncul istilah “awang-awang uwung-uwung” yang dapat dimaknai sebagai kekosongan sebelum terciptanya jagat raya. Hal ini selaras dengan teori kosmologi Big Bang yang menjelaskan bahwa alam semesta bermula dari keadaan sangat padat dan kemudian mengembang hingga membentuk ruang, waktu, dan materi.
Selanjutnya, dalam cerita Ditya Kala Rau yang memakan Bathara Candra atau Dewa Bulan, ditemukan kesejajaran dengan peristiwa gerhana bulan. Dalam budaya Jawa, kisah ini dipahami melalui simbolisme pewayangan dan filsafat, sementara dalam fisika dijelaskan sebagai tertutupnya cahaya matahari oleh bumi sehingga bayangannya jatuh ke bulan. Menariknya, pemahaman tentang gerhana juga hadir dalam khasanah Islam, yang menekankan dimensi spiritual dan sosial dari fenomena kosmik ini.
Kesejajaran terakhir ditemukan dalam kisah Aruna Aruni yang mengisahkan Bathara Surya dan sinar yang dipancarkannya. Cerita ini selaras dengan pemahaman ilmiah mengenai berbagai manfaat sinar matahari bagi kehidupan di bumi. Dari energi, pertanian, hingga kesehatan, sinar matahari menjadi elemen penting yang tidak hanya dipahami secara ilmiah, tetapi juga dihargai melalui kebudayaan dan tradisi Jawa. Penelitian ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan modern dapat bersinergi dengan nilai-nilai lokal, memperkaya cara kita memandang alam semesta.